Minggu, 08 Januari 2012

kejutan Terindah

            Paman Owi, begitulah kami memanggilnya. Paman Owi mempunyai perpustakaan. Buku-buku yang  ada di perpustakaannya sangat banyak. Kami suka sekali membaca buku di rumah Paman Owi. Rumah Paman Owi juga unik. Jalan masuk  ke rumah Paman Owi sangat menarik. Jalannya  dibuat seperti perosotan. Kalau naik, aku dan Muri selalu berlari. Seru, deh seperti terayun -ayun! Apalagi kalau turun Swing... Swing.
            Selesai membaca buku di perpustakaan biasanya, Bibi  Owi  menyuguhkan  Milk Sereal Brownis yang terbuat dari taburan sereal gandum terbaik yang ada di hutan Ear Flowers . Bibi Owi memang  pandai membuat kue.
            Hari ini, aku sengaja ke rumah Pit-pit si burung yang ceriwis. Aku sengaja mengajaknya ke rumah Paman Owi.
            “Hari ini aku nggak bisa datang,” jawab Pit-pit malas.
            “Lho, kenapa?  Bukannya kamu sudah janji, Pit?” tanyaku kesal.
            “Lalu apa alasanmu?” tanyaku lagi.
            “Mau tahu alasanku!” jawab Pit marah.
            “Aku nggak suka dengan rumah Paman Owi. Rumahnya jelek. Tidak seperti rumahku. Lihat saja!Ya, kan?” jawab Pit-pit sombong memamerkan rumahnya yang bagus.
            “Tidak baik seperti itu!” kataku marah.
            “Betul, itu! Lagi pula kalau di sini kamu bermain hanya sendiri. Kalau di sana dapat ilmu dari Paman Owi,” jawab Ibu Pit-pit menguatkan.
            Pit-pit menggeleng.
            Akhirnya, hanya aku dan Muri yang pergi ke rumah Paman Owi. Paman menyambut kedatangan kami dengan ramah. Sebenarnya Paman Owi tahu alasan mengapa Pit-pit tidak datang namun sengaja Paman Owi  merahasiakannya.
             Hari ini Paman Owi akan mengajak kami ke tengah hutan Ear Flowers.
            Aku dan Muri berjingkat senang. "Yippy!" seru kami kompak.
            Bibi Owi yang mendengar tersenyum manis.”Karena kalian akan pergi ke Ear Flowers, ada baiknya kue ini dimakan dulu. Bibi sengaja buatkan untuk anak-anak yang manis dan pintar,” ucap Bibi Owi sambil menyuguhkan Milk Sereal Brownis.
            Selesai menyantap hidangan, kami segera pergi ke Ear Flowers.
            Setibanya di Ear Flowers , Paman Owi menjelaskan agar selalu menjaga tanaman. Jangan merusak atau mencabutnya. “Manfaatnya baru di rasakan sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang,” begitu pesan Paman Owi.
            “Kinci,  semoga pelajaran kali ini  bermanfaat,ya!” ucap Paman Owi sebelum aku dan Muri pulang.
            Sore harinya, hujan turun dengan lebat. Anginnya pun sangat kencang. Ibu segera mengunci rapat pintu dan jendela yang masih terbuka.
            “Bu, hujannya lebat sekali. Bagaimana nasib Paman dan Bibi Owi, ya?” tanyaku gelisah.
            Aku ingat betul atap rumah Paman Owi banyak yang bolong. Apalagi jika hujan deras seperti ini, pasti banyak air yang masuk ke rumah Paman Owi.
            “Ya, semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Paman dan Bibi Owi,” kata Ibu menguatkan.
            Aku semakin gelisah. Melihat hal itu, ibu menyuruhku untuk pergi ke rumah Paman dan Bibi Owi.  Benar saja perkiraanku, Paman dan Bibi Owi sibuk memindahkan buku-buku ke tempat yang aman.Aku pun membantu semampuku.
            Hujan semakin turun dengan derasnya. Bibi Owi  mulai panik. Rumah Paman Owi seperti terayun-ayun. Paman Owi memeriksa rumah pohon dengan cara memukulkan tongkat ke batang pohon. Batang pohon tidak berbunyi. Itu menandakan kayu sudah mulai kopong.     
          “Bu, cepat kemasi barang – barang  yang penting! Kita harus meninggalkan tempat ini!”seru Paman Owi.
            Aku, Paman, dan Bibi Owi bergegas meninggalkan rumah pohon yang selama ini mereka tempati. Tak lama berselang terdengar suara, KREEEK.......BRUUUUUK! Rumah pohon roboh. Dari kejauhan aku,  Paman, dan Bibi Owi  menatap dengan sedih.
            Untuk sementara waktu Paman dan Bibi Owi tinggal di rumahku. Ibu menyuruhku mencari Paman Seycha, si Raja Hutan untuk meminta bantuan.
            Setelah bertemu Paman Seycha, aku ceritakan keadaaan rumah Paman Owi yang roboh.
            Akhirnya, Paman Seycha, aku, Muri, dan Paman Gezi, si gajah, mencari pohon di tengah hutan Ear Flowers.
            “Sepertinya pohon ini  cocok!” ucap Paman Seycha senang menemukan pohon yang besar dan kekar.
            “Wow, pohon yang keren. Akarnya sangat kuat,” kataku takjub.
            “Aku yang menggambar rumahnya, ya, Paman,” usulku.
            Paman Seycha setuju. Kami  pun mulai bekerjasama. Paman Seycha meminta yang lainnya untuk membantu.”Agar lebih cepat selesai!” begitu katanya.
            Sudah tiga hari ini, Paman dan Bibi Owi tinggal di rumahku. Sering juga Paman dan Bibi bertanya, mengapa aku pulangnya selalu sore. Aku hanya bilang ada tugas besar yang sedang aku kerjakan. Aku dan Ibu sengaja merahasiakan hal ini dari Paman dan Bibi Owi. Biarlah menjadi kejutan yang indah, buat Paman dan Bibi Owi nantinya.
            Hari ini, aku pulang lebih  cepat. Aku sengaja membawa kejutan untuk Paman dan Bibi Owi.
            “Apa? Undangan? Kapan?” tanya Bibi Owi heran.
            “Sore ini, Bi! Paman Seycha mengundang Bibi dan Paman Owi ke tengah hutan Ear Flowers,” kataku menjelaskan.
            Ibu tersenyum, “Iya, Paman dan Bibi lebih baik memenuhi undangan Paman Seycha,” ucap Ibu menyarankan.
            Akhirnya, Paman dan Bibi Owi memenuhi undangan dari Paman Seycha.
            “Bagus sekali! Luas dan perpustakaannya besar sekali!” kata Paman Owi takjub saat melihat ke dalam rumah pohon.
            “Siapa pemiliknya?” tanya Bibi Owi heran.
            Paman Seycha tertawa. Bibi Owi jadi heran dibuatnya.
            “Ini rumah....Paman dan Bibi Owi,”kata Paman Seycha bijaksana.
            “Be...betul,kah?” jawab Bibi Owi  terharu.
            “Karena kebaikan Paman dan Bibi semuanya ikut membantu membangun rumah pohon ini,” Paman Gezi menjelaskan.
            Paman dan Bibi Owi tersenyum penuh bahagia. Terlihat air mata membasahi wajah Paman dan Bibi Owi. Sebuah kejutan yang indah dari penghuni Ear Flowers membuat Paman dan Bibi Owi terharu.
             Pit-pit yang hadir tertunduk malu.“Maafkan sikap Pit-pit selama ini, Paman!” katanya menghampiri Paman dan Bibi Owi.
            Paman dan Bibi Owi mengangguk.
            “Bibi, sepertinya ada yang kurang,nih!” kata Muri.
            “Apa?” tanya Bibi Owi.
            "Milk Sereal Brownis , mana?”  tanya Muri sambil menari.
            “Hahaha...kiraan apa?  Ternyata mau minta dibuatkan kue, ya?” jawab Bibi Owi terkekeh.
            Muri tertunduk  malu. Kami pun terkekeh geli melihat pipi Muri yang merah.



Yuk Bermain

Kali ini aku ingin mengajakmu bermain. Bermain merupakan suatu kata yang menarik. Ya menarik untuk semua usia. Bahkan, anakku Hani pun ingin bermain. Bermain banyak ragamnya. Ada yang bermain untuk kesenangan, hobby dan sebagainya. Kalau aku ingin mengajak anakku bermain mengenal angka. Sangat mudah saja. Siapkan media yang ada misal, untuk mengenalkan angka 1-10 buat media dari bahan kertas/kardus bekas. potong menjadi bentuk persegi. Lalu tulis angka yang di kehendaki.
Bermainnya pun sangat gampang. Mau main tebak angka atau berlari mencari kartu. Yuk Bunda mumpung hujan lho, aktifitas bermain kita pindahkan saja ke dalam rumah. Pasti menyenangkan,lho!
Selamat bermain, ya :)